Etsitöitä, jotka liittyvät hakusanaan Perbedaan firma hukum dan law office tai palkkaa maailman suurimmalta makkinapaikalta, jossa on yli 21 miljoonaa
BerandaKlinikBisnisBentuk Badan Usaha K...BisnisBentuk Badan Usaha K...BisnisSenin, 18 April 2011Saya ingin menanyakan, apakah yang menjadi latar belakang bagi kantor-kantor konsultan hukum terutama yang ada di Indonesia untuk memilih bentuk hukum firma dibandingkan dengan bentuk hukum lain seperti misalnya PT? Hal ini karena bila dilihat dari segi pertanggungjawaban perdata, bentuk hukum firma lebih berisiko tinggi karena si sekutu dapat dituntut hingga ke harta dasarnya, tidak ada larangan bagi kantor hukum atau kantor advokat di Indonesia untuk memilih bentuk badan usaha selain firma. Namun, memang pada praktiknya, seperti dikatakan notaris Irma Devita, kantor advokat di Indonesia cenderung menggunakan bentuk firma berdasarkan Pasal 16 KUHD. Selain itu, tidak sedikit pula kantor advokat yang memilih bentuk persekutuan perdata atau maatschap berdasarkan Pasal 1618 KUHPerdata atau lihat juga Pasal 1 angka 4 Kepmenhukham No. Tahun 2004. Mohamad Kadri, pendiri dan partner pada kantor advokat/firma hukum AKSET, berpendapat bahwa yang melatarbelakangi kantor-kantor hukum di Indonesia menggunakan bentuk firma adalah karena sudah menjadi tradisi yang diadopsi dari Belanda. Menurut Kadri, bisnis jasa hukum dibangun berdasarkan konsep pertanggungjawaban perorangan seperti pada profesi dokter. Mulai dari income pendapatan, image citra dan banyak hal lainnya sangat bergantung pada profil atau nama “orang”, termasuk pertanggungjawabannya. Menurut Kadri, dalam perkembangannya beberapa kantor advokat di Indonesia mulai mengadopsi konsep-konsep Perseroan Terbatas “PT”. Kantor-kantor advokat, kata Kadri, mulai melakukan corporatizing yang ditandai antara lain dengan adanya pengalihan tanggung jawab pribadi ke penanggung jawab yang lebih tinggi. Dengan begitu, yang dilihat bukan lagi “orangnya” tapi “kantornya”. Namun, sejauh yang dia ketahui, dalam praktiknya di Indonesia belum ada kantor advokat yang berbentuk itu, menurut Irma Devita, kantor advokat lebih tepat menggunakan bentuk maatschap karena dalam maatschap masing-masing advokat yang menjadi teman serikat bertindak sendiri dan bertanggung jawab secara pribadi lihat Pasal 1642 KUHPer. Lebih jauh simak artikel kami;- Tentang Kantor Hukum, Lembaga bantuan Hukum, dan Konsultan Hukum;- Kantor Advokat, Antara Firma dan Persekutuan penelusuran kami, jika melihat pada negara tetangga kita yaitu Singapura, bentuk kantor advokat sudah lebih luas dan tidak terbatas pada bentuk firma. Dapat kita temui beberapa bentuk kantor hukum yang membatasi tanggung jawab para partner yang tergabung di dalamnya seperti Limited Liability Partnership “LLP” yang diatur dalam Limited Liability Partnerships Act 2005 atau bentuk Limited Liability Company “LLC”. Bentuk-bentuk yang demikian juga terdapat di beberapa negara lainnya seperti Kanada, Inggris atau Amerika. Pada umumnya, LLP memisahkan tanggung jawab salah satu partner yang melakukan kesalahan atau kelalaian dengan partner lainnya, sehingga tidak menerapkan prinsip tanggung-menanggung seperti pada firma lihat Pasal 18 KUHD. Dan bentuk LLC, dalam hal model pertanggungjawaban, lebih seperti PT di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang juga tidak menerapkan prinsip tanggung-menanggung. Demikian jawaban dari kami, semoga dapat Klinik Hukum meminta pendapat Mohamad Kadri pada 15 April 2011 melalui sambungan Kitab Undang-undang Hukum Dagang Wetboek van Koophandel voor Indonesie, Staasblad 1847, No. 232. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 233. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas4. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. Tahun 2004 tentang Tatacara Memperkerjakan Advokat Asing serta Kewajiban Memberikan Bantuan Hukum Cuma-Cuma kepada Dunia Pendidikan dan Penelitian HukumTags TEMPOCO, Jakarta - Delapan orang menjadi kuasa hukum pasangan calon presiden dan wakilnya Prabowo – Sandiaga yang mendaftarkan gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 ke Mahkamah Konstitusi atau MK pada Jumat malam, 24 Mei 2019. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto didapuk sebagai Beda cara pandang merupakan kendala teknis nomor satu. Sementara budaya dan bahasa bukan jadi masalah, terlebih karena lawyer diwajibkan bisa berbahasa Inggris. Dalam rangka melebarkan sayap dan menjadi salah satu strategi kantor untuk memperoleh klien lebih banyak berdasarkan rujukan tertentu, law firm di Indonesia kini seperti berlomba menjalin kerja sama dengan law firm asing. Pilihan negaranya pun beragam, mulai dari negara tetangga sampai law firm asal benua lain pun jadi afiliasi firma lokal. Kantor hukum Hadiwidjojo Wirya Mukhtar Ardibrata Law Office HWMA merupakan salah satu firma lokal yang menjalin kerja sama serupa. Tak hanya dengan satu negara, HWMA bahkan bekerja sama dengan dua law firm asing sekaligus, yakni law firm asal Mesir, Maher Milad Iskandar & Co, dan asal Australia Allan Burt Law Firm. Bekerja sama dengan negara-negara yang dapat dikatakan memiliki latar belakang yang berbeda dengan Indonesia, Partners HWMA Kukuh Komandoko Hadiwidjojo menyebutkan, kendala teknis soal cara pandang dalam menangani satu proyek kerap kali datang. “Mungkin karena ada perbedaan sistem hukum. Most likely ya karena masalah itu sih,” katanya kepada hukumonline, Senin 25/4. Mayoritas, lanjut Kukuh, lawyer dari luar negeri memiliki cara berpikir yang normatif. “Semuanya by the rule, apa yang tertulis. Sederhananya mereka sangat hukum positif lah. Nah sedangkan di kita, ini kita bicara Indonesia ya. Ada beberapa hal yang sifatnya itu, walaupun kita punya satu peraturan, udah ada hukum positifnya, tetapi tetap lebih banyak mengikuti policy pemegang jabatan,” ia menjelaskan. Pertanyaan kalau memang ini kebijakan, bisa ngga ada satu regulasi tertulisnya?’ kerap diterima oleh Kukuh dan rekan-rekan dari kolega asing mereka. Hal ini yang kurang dapat dipahami bila bekerja sama dengan law firm asing. “Dari situ mereka akan coba mencari solusi, tapi ya kadang menyulitkan klien ya,” curhatnya. Pernyataan di atas kemudian disusul oleh perbandingan yang diberikan oleh Kukuh antara pengalamannya bekerja sama dengan Allen Burt dan Maher Milad Iskandar & Co. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia FHUI ini mengatakan untuk bisa menyamakan cara pandang ini, dengan lawyer Australia agak lebih rumit dibanding dengan lawyer Mesir. Pasalnya, di Australia yang notabene negaranya lebih maju daripada Indonesia, lawyer biasa mengurus segala sesuatunya dengan mudah karena semua tertuang dalam satu peraturan tertulis. Sedangkan Mesir, kata Kukuh, dari segi ketentuannya terutama dalam hukum bisnis, Indonesia masih lebih unggul. “Jadi memang kalau sama negara yang di mana Indonesia itu lebih unggul, mungkin ngga terlalu jadi masalah ya. Nah tapi kalau sama negara yang sistem berpikirnya normatif, kendalanya tuh kayak yang udah saya jelasin tadi,” ungkap Kukuh. Lalu, apa karena berbeda “bahasa ibu”, hal ini menjadi kendala? Kukuh dengan tegas mengatakan tidak. “Dari segi bahasa, jelas itu bukan isu lagi ya. Apalagi di kantorku, associate itu wajib bisa berbahasa Inggris walaupun ngga dipake untuk percakapan sehari-hari juga,” katanya. Hal tersebut pun diamini oleh salah satu founding partner Arfidea Kadri Sahetapy-Engel Tisnadisastra AKSET Law Firm, Abadi Abi Tisnadisastra. Ditemui saat mengumumkan kerja samanya dengan firma hukum asal Jepang Mori Hamada & Matsumoto MHM, Abi mengatakan perbedaan bahasa dan budaya bukanlah masalah. “Bahasa dan budaya bukan segalanya. It’s not on the top of the list. Yang paling utama itu visi misinya, punya visi misi selaras ngga? Kadang-kadang kan kita melihat international firm yang bekerja sama dengan local firm yang tidak berjalan dengan baik, nah mungkin itu karena mereka tidak punya visi misi yang sama,” ujar Abi. Jika law firm Indonesia dan afiliasinya sudah memiliki satu pandangan yang sama, visi misi yang sama, maka permasalahan bisa dihindari. “Kita harus punya mindset dan objective yang sama, gimana caranya supaya kita bisa membantu klien-klien yang ingin berinvestasi di Indonesia dengan baik,” tutup Abi. Untuk diketahui, selain HWMA dan AKSET, hukumonline mencatat ada beberapa firma hukum lagi di Indonesia yang memiliki kerja sama dengan law firm asing. Di antaranya ada Assegaf Hamzah & Partners AHP, Setiawan & Partners, Linda Widyati & PartnersLWP, K&K Advocates, dan Nurjadin Sumono Mulyadi & Partners NSMP. .